Sejak awal aku memang melihat sesuatu yang berbeda dari tatapan wanita
itu pada Stuart. Tatapan mata yang jelas menggambarkan kekaguman, rasa
ingin memiliki, dan juga sedikit kebencian.
Berkali-kali kuperingatkan Stuart untuk menjaga jarak namun tak
digubris. Malah sepertinya ia menikmati sensasi yang diberikan wanita
itu melalui tatapan matanya.
Wanita itu mahasiswi semester 5 yang sekaligus menjabat sebagai
sekretaris BEM di kampus ini, rambutnya panjang, nyaris menyamai
rambutku. Dan soal wajah, banyak yang bilang kami mirip. Jelas aku
merasa terancam dengan keberadaannya, terutama karena tingkah lakunya.
Usahanya yang seperti tak kenal lelah dalam mendekati Stuart membuatku
naik pitam.
Apalagi ketika ku dapati Stuart yang seharusnya menunggu ku di
depan pintu toilet malah bercakap-cakap dengannya. Darahku mendidih,
kesabaranku habis digerogoti rasa cemburu yang memang beralasan.
Beruntung aku masih ingat situasi, kami sedang berada di kampus
dengan sekian pasang mata dan telinga yang siap merekam apa saja yang
akan terjadi. Sebisa mungkin aku meredam kemarahan yang makin membuatku
sesak. Aku melangkahkan kaki mendekati keduanya dengan pandangan yang
berapi-api dan napas memburu karena marah. Tiba-tiba Stuart menoleh
kearahku, ia salah tingkah, menggaruk-garuk kepalanya yang aku tau
pasti tidak sedang gatal, kemudian melangkah kearahku dengan gugup.
“Udah?” tanyanya.
“Iya udah, kalo belum aku nggak bakal di sini!” tukasku sinis.
“Seharusnya tadi aku lebih lama ya di toiletnya, biar kamu bisa lebih lama ngobrolnya”sambungku lagi.
“Marah?”
“Ya iya lah aku marah, tadi kan aku minta kamu nu..”belum sempat
aku menyelesaikan kalimatku ia sudah meletakkan telunjuknya didepan
mulutku, memelukku kemudian berbisik, “Aku nggak mungkin berpaling dari
kamu. Aku sayang banget sama kamu!”
Kamis, 22 Desember 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar